17/03/14

Jangan Jadi Orang yang Nyebelin #1




Pernah terlibat suatu masalah dengan orang lain? Tentu pernah ya. Yang namanya manusia pasti tak luput dari kesalahan. Tapi pernah nggak nih terlibat masalah dengan orang lain dengan penyebab utamanya adalah komunikasi. Pasti pernah juga kan. Lebih tepatnya sih kesalahpahaman dalam sebuah komunikasi. Apalagi jika komunikasi dilakukan via tertulis, dengan kata lain tanpa tatap muka langsung. Misalnya nih via sms atau chatting. Tentu saja prosentase terjadinya kesalahpahaman semakin besar. Maka dari itu,sebisa mungkin hindari komunikasi via texting jika itu sifatnya penting.

Kalau kesalahpahamannya semakin jauh, tentu saja akan ada masalah yang timbul antara kedua belah pihak. Kalau nggak segera diselesaikan dengan tatap muka langsung, ujung- ujungnya malah timbul gap atau jurang pemisah antara dua pihak itu. Apalagi jika hubungan di antara kedua belah pihak itu awalnya cukup dekat. Misalnya sahabat di kelas, keluarga, atau sesama masyarakat lainnya. Karena ada masalah, jadi jauh hubungannya. Nggak mau kan hubungannya terus- terusan nggak akur.

Kalau sudah kepalang timbul masalah, mending segera diselesaikan. Salah satu pihak harus ada yang mengalah dengan mendatangi langsung dan memulai pembicaraan untuk meluruskan kekusutan yang terjadi. Tentu saja dengan meminta maaf juga. Agar lapang hati masing- masing tanpa dibebani masalah. Entah siapapun yang memulai lebih dahulu, baik yang lebih tua atau yang lebih muda yang memulai meminta maaf tanda damai. Karena seyogyanya meminta maaf dahulu itu mulia. Serta siapa yang meminta maaf terlebih dahulu bukan didasarkan atas umur. Banyak lho, yang masih muda tapi keras kepala. Pun begitu juga banyak pula yang sudah tua tapi nggak temuo (dewasa). Tetep kekeuh dengan pendiriannya, nggak mau mengalah alias nggak mau minta maaf dulu. Maunya didatangi untuk dimintai maaf.

Pasti pernah juga kan meminta maaf terlebih dahulu meski diri ini bukan tersangka utama timbulnya masalah. Bisa jadi kita malah jadi korbannya. Tapi nggak ada salahnya jika kita yang memulai mengulurkan tangan dahulu tanda kita meminta maaf dan mengakhiri segala "pertikaian" yang ada. Ini bukti bahwa  kita ini berjiwa besar. Dan jika kita menjadi pihak yang dimintai maaf, lalu kita mampu memaafkan dan memperbaiki hubungan juga, maka itu tanda orang yang berjiwa besar pula. Sama- sama enak dan saling mengenakkan. Sama- sama menyingkirkan ego serta gengsi masing- masing demi terciptanya kembali harmoni bersama. Eciee.... :)

Tapi akan lain ceritanya jika kita sudah meminta maaf tapi respon yang kita terima bikin makan hati. Bukannya hati jadi plong karena masalah benar- benar selesai, tapi masih ada yang ngganjel di akhir proses penyelesaian masalahnya. Pernah ngalamin? Pasti pernah juga. Aseli, rasanya ihh gemes banget kalau orang yang kita mintai maaf tapi tetap tinggi egonya. Apalagi kalau kita yang jadi korbannya. Ibarat kata nih, dia tu sudah nyusahin orang lain, kepala batu, sombong, songong lagi. Upss.. ^^ Dan lagi kalau orang tersebut lebih tua usianya dari kita. Bukannya lebih dewasa tapi malah keras kepala. Haduh, jangan ditiru ya. Jangan jadi orang yang suka bikin masalah, susah minta maaf dan dimintai maaf, keras kepala, dan suka berbantah-bantahan (ngeyelan).

Ini nih contoh percakapan yang isinya bikin gemes, bikin melongo and bikin gondok hati. Diajak ngobrol baik- baik, tapi lawan bicara yang kita mintai maaf (padahal lebih tua usianya) malah memutarbalikkan omongan kita atau tetap keras kepala. Nggak sadar kalau sebelumnya sudah berbuat salah dan tak sadar sudah nyakitin hati orang lain. Contohnya nih ya:

A: "Maaf nih mba. Saya datang kemari untuk mencoba meluruskan masalah. Kemarin sebetulnya seperti ini mba duduk perkaranya... bla bla bla... Saya selaku pihak yang lebih muda, pasti banyak salahnya. Saya mohon maaf ya mba atas..."
B: "Lha iya situ muda.. Saya tua gitu..."
A: (tepok jidat mba nya)
A:"Mba, sayang minta maaf atas kesalahan komunikasi kemarin ya. Bla bla bla..."
B: "Ya gitu harusnya"
A: (banting kursi)
A: "Mba, maaf ataa ketidakpekaan saya. Saya memang nggak peka... bla bla bla..."
B: "Ya sama- sama. Saya tuh orangnya emang kayak gini. Agak keras sama cerewet. Jadi ya jangan kayak kemarin lagi sikapnya. Bisa- bisa saya semprot (baca: saya libas). Makanya kalau jadi orang, situ tu jangan... bla bla bla..."
A: (dengerin sambil ngelus dada)
Duhh, ngeselin kan. Nyebelin banget deh kalau udah bela- belain mendatangi untuk minta maaf, malah ujung- ujungnya masih gondok. Mungkin permasalahan secara kasat mata telah selesai. Tapi kok masih ada yang mengganjal di hati saja. Jika pernah ngalamin kasus seperti di atas, kalau dicermati sebetulnya memang watak dasar orang tersebut memang keras. Kalau sudah watak dasarnya keras, maka cukup sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang seperti itu. Jangankan untuk dimintakan maaf. Untuk mengobrol biasa pun kita harus lebih hati- hati. Karena salah- salah, kita malah disemprot habis- habisan sama dia.

Jika bertemu dengan orang keras seperti itu, kalau kita nggak mau berurusan lebih jauh, maka opsi untuk menghindarinya menjadi opsi yang baik dan bijaksana. Dengan kata lain sebisa mungkin kita menghindari sumber masalah. Namun jika kita masih mau berteman dengannya, maka beranikan diri untuk menasehati dengan sopan agar ia mau merubah sikap kerasnya sedikit demi sedikit. Katakan bahwa tidak semua sikap keras itu baik. Apalagi kalau keras kepala dan menyusahkan banyak orang. Semoga dengan kita berteman dengannya, ia mau berubah menjadi lebih baik. Tapi nih ya, kalau sekali kita pernah ngobrol dengannya dan ia menegaskan sendiri kalau "aku ini keras lho orangnya", maka secara sadar ia menegaskan bahwa ia teguh akan sifatnya yakni keras kepala. Kalau seperti itu, cukup sulit kalau kita berniat untuk mengubahnya. Lebih baik berkomunikasi seperlunya saja. Kalau tetiba diketemukan dalam suatu kerja bareng, jangan sampai bermasalah ada masalah dengannya.

Nah guys, nggak asiik memang jika kita ketemu orang yang keras kepala. Tapi kalau malah kita sendiri yang keras dan kita menyadarinya, yuuk mulai ubah sifat dan sikap kita. Jangan sampai bikin orang lain terdzolimi karena kita ya. Be better! :)



*Next time mau bahas sifat nyebelin lainnya yakni suka rempong sendiri. Hihihi. Gimana nih kalau suatu ketika kita lagi nggak bisa melakukan suatu pekerjaan terus mencoba minta tolong orang lain untuk membantu tapi sama orang itu malah dimarahin karena katanya gitu saja kita nggak sanggup melakukan pekerjaan tersebut? Sudah pasti akhirnya kita berusaha menyelesaikan pekerjaan kita sendiri kan. Tanpa mencoba meminta bantuan lagi padanya. Terus gimana kalau dia akhirnya menyelesaikannya (bukan membantu lho, tapi mengerjakan sampai selesai pekerjaan kita) tanpa sepengetahuan kita? Dan kita baru tahu setelah ia selesai mengerjakannya. Pasti kita senang, bersyukur, dan pasti akan mengucapkan terimakasih sebesar- besarnya karena telah banyak membantu. Meski dalam hati, kita merasa aneh dan membatin "katanya nggak mau bantu, tapi kok akhirnya malah dia yang nyelesaiin dan nggak bilang2." Meski terasa aneh, tak menyurutkan rasa terimakasih kita padanya.Tapi... Tapi... Tapi... Gimana nih kalau pada akhirnya (setelah ia merampungkan pekerjaan kita) ia kembali menyalahkan kita, mengeluh jika pekerjaan milik dirinya sendiri jadi terbengkalai karena membantu kita dan ia jadi keteteran? Pusiing kan ngadepin orang seperti ini. Tunggu ya postingan lengkapnya esok hari. See ya... ^_^

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg

0 komentar:

 

Delicious Cupcakes Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template In collaboration with fifa
and web hosting